Definisi
Phobia adalah rasa ketakutan kuat (berlebihan) terhadap
suatu benda, situasi, atau kejadian yang dipandang sebagai emosi-emosi
substitusi dan seringkali disebut neurosis yang ditekan (repressed neuroses).
Rasa Takut atau Ketakutan itu sendiri sebetulnya adalah hal yang wajar, akan
selalu ada pada setiap manusia. Namun
Phobia ini menjadi sesuatu yang tidak wajar, karena sering kali
berlebihan. Dan obyek ketakutannya itu
sesuatu yang bisa jadi menurut pendapat umum, sebagian besar manusia, tidak
seharusnya untuk ditakuti. Kadang malah
ada yang bersifat Irrasional. Kata “phobia” sendiri berasal dari istilah Yunani
“phobos” yang berarti lari (fight), takut dan panik (panic-fear), takut hebat
(terror). Istilah ini memang dipakai sejak zaman Hippocrates.
Penyebab Phobia
Phobia dapat disebabkan oleh berbagai macam hal. Pada
umumnya phobia disebabkan karena pernah mengalami ketakutan yang hebat atau
pengalaman pribadi yang disertai perasaan malu atau bersalah yang semuanya
kemudian ditekan kedalam alam bawah sadar. Peristiwa traumatis di masa kecil
dianggap sebagai salah satu kemungkinan penyebab terjadinya phobia.
Lalu bagaimana menjelaskan tentang orang yang takut akan
sesuatu walaupun tidak pernah mengalami trauma pada masa kecilnya? Martin
Seligman di dalam teorinya yang dikenal dengan istilah biological preparedness
mengatakan ketakutan yang menjangkiti tergantung dari relevansinya sang
stimulus terhadap nenek moyang atau sejarah evolusi manusia, atau dengan kata
lain ketakutan tersebut disebabkan oleh faktor keturunan. Misalnya, mereka yang
takut kepada beruang, nenek moyangnya pada waktu masih hidup di dalam gua,
pernah diterkam dan hampir dimakan beruang, tapi selamat, sehingga dapat
menghasilkan kita sebagai keturunannya. Seligman berkata bahwa kita sudah
disiapkan oleh sejarah evolusi kita untuk takut terhadap sesuatu yang dapat
mengancam survival kita.
Pada kasus phobia yang lebih parah, gejala anxiety neurosa
menyertai penderita tersebut. Si penderita akan terus menerus dalam keadaan
phobia walaupun tidak ada rangsangan yang spesifik. Selalu ada saja yang
membuat phobia-nya timbul kembali, misalnya thanatophobia (takut mati), dll.
Perlu kita ketahui bahwa phobia sering disebabkan oleh
faktor keturunan, lingkungan dan budaya. Perubahan-perubahan yang terjadi
diberbagai bidang sering tidak seiring dengan laju perubahan yang terjadi di
masyarakat, seperti dinamika dan mobilisasi sosial yang sangat cepat naiknya,
antara lain pengaruh pembangunan dalam segala bidang dan pengaruh modernisasi,
globalisasi, serta kemajuan dalam era informasi. Dalam kenyataannya
perubahan-perubahan yang terjadi ini masih terlalu sedikit menjamah anak-anak
sampai remaja. Seharusnya kualitas perubahan anak-anak melalui proses bertumbuh
dan berkembangnya harus diperhatikan sejak dini khususnya ketika masih dalam
periode pembentukan (formative period) tipe kepribadian dasar (basic
personality type). Ini untuk memperoleh generasi penerus yang berkualitas.
Berbagai ciri kepribadian/karakterologis perlu mendapat
perhatian khusus bagaimana lingkungan hidup memungkinkan terjadinya proses
pertumbuhan yang baik dan bagaimana lingkungan hidup dengan sumber
rangsangannya memberikan yang terbaik bagi perkembangan anak, khususnya dalam
keluarga.
Berbagai hal yang berhubungan dengan tugas, kewajiban,
peranan orang tua, meliputi tokoh ibu dan ayah terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak, masih sering kabur, samar-samar. Sampai saat ini masih belum
jelas mengenai ciri khusus pola asuh (rearing practice) yang ideal bagi anak.
Seperti umur berapa seorang anak sebaiknya mulai diajarkan membaca, menulis,
sesuai dengan kematangan secara umum dan tidak memaksakan. Tujuan mendidik,
menumbuhkan dan memperkembangkan anak adalah agar ketika dewasa dapat
menunjukan adanya gambaran dan kualitas kepribadian yang matang (mature,
wel-integrated) dan produktif baik bagi dirinya, keluarga maupun seluruh
masyarakat. Peranan dan tanggung jawab orang tua terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah teramat penting.
Bila seseorang yang menderita phobia melihat atau bertemu atau
berada pada situasi yang membuatnya takut (phobia), gejalanya adalah sebagai
berikut:
* Jantung berdebar kencang
* Kesulitan mengatur napas
* Dada terasa sakit
* Wajah memerah dan berkeringat
* Merasa sakit
* Gemetar
* Pusing
* Mulut terasa kering
* Merasa perlu pergi ke toilet
* Merasa lemas dan akhirnya pingsan
Cara mengatasi Phobia
a. Terapi berbicara.
Perawatan ini seringkali efektif untuk mengatasi berbagai
fobia. Jenis terapi bicara yang bisa digunakan adalah:
1. Konseling: konselor biasanya akan mendengarkan
permasalahan seseorang, seperti ketakutannya saat berhadapan dengan barang atau
situasi yang membuatnya fobia. Setelah itu konselor akan memberikan cara untuk
mengatasinya.
2. Psikoterapi: seorang psikoterapis akan menggunakan
pendekatan secara mendalam untuk menemukan penyebabnya dan memberi saran
bagaimana cara-cara yang bisa dilakukan untuk mengatasinya.
3. Terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavioural
Therapy/CBT): yaitu suatu konseling yang akan menggali pikiran, perasaan dan
perilaku seseorang dalam rangka mengembangkan cara-cara praktif yang efektif
untuk melawan fobia.
b. Terapi pemaparan diri (Desensitisation).
Orang yang mengalami fobia sederhana bisa diobati dengan
menggunakan bentuk terapi perilaku yang dikenal dengan terapi pemaparan diri.
Terapi ini dilakukan secara bertahap selama periode waktu tertentu dengan
melibatkan objek atau situasi yang membuatnya takut. Secara perlahan-lahan
seseorang akan mulai merasa tidak cemas atau takut lagi terhadap hal tersebut.
Kadang-kadang dikombinasikan dengan pengobatan dan terapi perilaku.
c. Menggunakan obat-obatan.
Penggunaan obat sebenarnya tidak dianjurkan untuk mengatasi
fobia, karena biasanya dengan terapi bicara saja sudah cukup berhasil. Namun, obat-obatan
ini dipergunakan untuk mengatasi efek dari fobia seperti cemas yang berlebihan.
Terdapat 3 jenis obat yang direkomendasikan untuk mengatasi
kecemasan, yaitu:
1. Antidepresan: obat ini sering diresepkan untuk mengurangi
rasa cemas, penggunaannya dizinkan untuk mengatasi fobia yang berhubungan
dengan sosial (social phobia).
2. Obat penenang: biasanya menggunakan obat yang mengandung
turunan benzodiazepines. Obat ini bisa digunakan untuk mengatasi kecemasan yang
parah, tapi dosis yang digunakan harus serendah mungkin dan penggunaannya
sesingkat mungkin yaitu maksimal 4 minggu. Ini dikarenakan obat tersebut
berhubungan efek ketergantungan.
3. Beta-blocker: obat ini biasanya digunakan untuk mengobati
masalah yang berhubungan dengan kardiovaskular, seperti masalah jantung dan
tekanan darah tinggi (hipertensi). Karena berguna untuk mengurangi kecemasan
yang disertai detak jantung tak beraturan.
Contoh Kasus Phobia
Dua minggu yang lalu, saya berkonsentrasi untuk menangani
siswa yang tidak mau berangkat ke sekolah dikarenakan memiliki masalah di
sekolah yang belum terselesaikan. Namanya Aman (saya pernah membahasnya dalam
artikel saya yang berjudul Aku Hanya Diam Ketika Kalian Memanggilku Autis).
Pada artikel tersebut, saya menceritakan bahwa Aman memiliki masalah
ketidakmampuan menjalin hubunga sosial yang baik dengan teman sebayanya
dikarenakan terlalu banyak bermain game online. Semakin berjalannya waktu dan
ketidakmampuan Aman untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, masalah Aman ini
menjadi meluas. Tidak hanya dengan teman-teman sebayanya tetapi juga dengan
guru-guru pengajar.
Yang menjadi perhatian saya adalah ketika Aman berbicara
dengan orang lain. Tidak terfokus dengan lawan bicara, hanya tersenyum-senyum
sambil menggerakkan kepalanya dengan hitungan patah-patah seperti boneka kayu
yang kaku dan pandangan kosong lurus ke depan. Hitungan fokus untuk menatap
lawan bicara hanya kurang dari 6 detik dan fokus pada topik pembicaraan hanya
kurang dari 9 detik. Pola seperti ini, terulang terus menerus ketika Aman
dihadapkan pada situasi yang mengharuskan dia untuk berkomunikasi dengan dua
orang atau lebih.
Pola yang terulang terus-menerus setiap kali berbicara
dengan Aman,membuat teman-teman sekelasnya menjauhi Aman. Bahkan ada seorang
guru yang membentak Aman dengan menggunakan kata “gendheng dan autis.”
Masalah baru muncul. Aman tidak hadir di sekolah sampai
hampir 1 minggu. Menurut pengakuan ibunya, setiap disuruh berangkat ke sekolah,
badan Aman mendadak panas dan kakinya dingin yang disertai dengan diare. Empat
surat izin tidak masuk karena sakit dari orang tua Aman, terdapat diatas meja
kerja saya. Tiga kali diperiksakan ke dokter oleh orang tuanya, tidak diketahui
adanya penyakit berbahaya. Menurut analisa dokter, sakitnya Aman dikarenakan
Aman mengalami stres berat dan ketakutan akan sesuatu. Kepada ibunya, Aman
bercerita kalau dia takut berhadapan dengan guru yang mengatakan dia gendheng
dan autis. Sehingga membuat dia takut berangkat ke sekolah.
Gejala yang dialami oleh Aman, menunjukkan bahwa Aman
terserang Phobia Sekolah. Menurut Jacinta F. Rini, phobia sekolah adalah bentuk
kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai
keluhan yang tidak pernah muncul atau pun hilang ketika “masa keberangkatan”
sudah lewat atau pada hari Minggu atau hari libur. Phobia sekolah dapat
sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14-15 tahun, saat dirinya
mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun
ketika ia menghadapi suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolah.
Ada beberapa tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria
phobia sekolah, yaitu:
• Menolak
untuk berangkat ke sekolah.
• Mau
datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang
• Pergi ke
sekolah dengan menangis, menempel terus dengan orang tua atau pengasuhnya, atau
menunjukkan tantrum-nya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak
lainnya (memukul, menggigit, dsb.) atau pun menunjukkan sikap-sikap
melawan/menentang gurunya
• Menunjukkan
ekspresi/raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar
diijinkan pulang dan ini berlangsung selama periode tertentu.
• Tidak
masuk sekolah selama beberapa hari.
• Keluhan
fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing,
mual, muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan
lainnya. Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka ia diperbolehkan
tinggal di rumah.
• Mengemukakan
keluhan lain (diluar keluhan fisik) dengan tujuan tidak usah berangkat ke
sekolah.
• Senang
berdiam diri di dalam kamar dan kurang mau bergaul .
Berdasarkan pengalaman yang sudah saya alami, menangani
masalah phobia sekolah cukuplah rumit karena ada keinginan dari anak untuk
tidak terbuka terhadap pemasalahannya. Namun, jangan berkecil hati apabila ada
anak atau siswa anda yang mengalami phobia sekolah karena saya akan memberikan
beberapa cara untuk membantu anak atau siswa dalam menghadapi phobia sekolah.
Untuk orang tua, yang bisa dilakukan adalah :
• Mengetahui
sejak awal gejala yang muncul pada anak sehingga bisa ditangani lebih cepat.
Gejala yang muncul ini terjadi pada anak yang berbeda dengan kebiasaan
sehari-hari.
• Tanyakan
pada anak sebab terjadinya perubahan tersebut dan beri arahan apabila perubahan
itu berdampak negatif bagi anak dan masa depannya.
• Membantu
anak agar bisa menangani masalahnya sendiri dengan memberikan nasehat atau
saran serta menanamkan rasa tanggung jawab.
• Orang tua
lebih terbuka atas masalah anak karena masalah yang dialami oleh jaman sekarang
jauh berbeda dengan anak-anak jaman dahulu.
• Berkunsultasi
dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah phobia sekolah anak seperti
dengan guru dan psikolog.
Sedangkan untuk guru sebagai wali kelas atau untuk guru pembimbing, yang bisa dilakukan adalah :
• Memperhatikan
kehadiran siswa di sekolah. Apabila siswa jarang masuk atau tidak masuk pada
hari-hari tertentu, segera cari tahu apa penyebabnya.
• Membantu
siswa menyelesaikan masalah yang menjadi penyebab munculnya phobia sekolah.
• Bekerja
sama dengan guru bidang studi dan wali kelas terkait dengan phobia sekolah yang
dialami siswa.
• Bekerja
sama dengan orang tua untuk mencari tau penyebab munculnya phobia sekolah pada
siswa dan bekerja sama dalam menyelesaikannya.
• Merujuk
siswa ke psikolog apabila dirasa masalah phobia sekolah pada siswa sudah tidak
dapat ditangani oleh pihak sekolah.
Membimbing siswa lain untuk lebih memperhatikan siswa yang
mengalami phobia sekolah dengan harapan dapat memberikan motivasi sehingga
masalah phobia sekolah dapat pelan-pelan teratasi.
Semoga pengalaman ini, dapat memberikan manfaat bagi anda
semua.
Sumber :
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/15/contoh-kasus-phobia-sekolah-dan-penanganannya/
http://catatanmingguanku.blogspot.com/2012/02/pengertian-macam-dan-cara-mengatasi.html
http://lingkarmerah.blogspot.com/2011/06/pengertian-phobia-dan-berbagai-jenis.html